Pembeli yang Terlanjur Kena PPN 12% Dapat Meminta Pengembalian, Ini Ketentuannya

Posted by : admin Januari 5, 2025

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa pembeli barang dan jasa nonmewah yang sudah terlanjur dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dapat meminta pengembalian atas kelebihan pajak yang dibayarkan. Langkah ini diambil menyusul kebijakan terbaru yang menetapkan bahwa tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa pengusaha kena pajak (PKP) yang memungut PPN sebesar 12% atas barang atau jasa nonmewah wajib mengganti faktur pajak dan mengembalikan selisih kelebihan pungutan kepada pembeli. “Jika terjadi kelebihan pemungutan PPN sebesar 1% dari tarif seharusnya 11%, pembeli dapat meminta pengembalian kepada penjual. Penjual kemudian wajib melakukan penggantian Faktur Pajak,” jelas Dwi Astuti dalam keterangannya pada Minggu, 5 Januari 2025.

Sebagaimana diketahui, pemerintah sebelumnya telah mengumumkan bahwa tarif PPN sebesar 12% mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2025. Namun, Presiden Prabowo Subianto pada 31 Desember 2024 menyatakan bahwa tarif tersebut hanya akan dikenakan pada barang dan jasa mewah yang selama ini menjadi objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Untuk barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) nonmewah, tarif PPN yang berlaku tetap 12%, tetapi dengan dasar pengenaan pajak (DPP) yang dihitung berdasarkan nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual atau penggantian. Dengan demikian, tarif efektif PPN yang dikenakan kepada masyarakat tetap sebesar 11%.

DJP juga telah mengeluarkan petunjuk teknis terkait penerbitan Faktur Pajak sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. Aturan teknis ini dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2025 yang diterbitkan pada 3 Januari 2025.

Menurut Dwi Astuti, peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan membantu pelaku usaha dalam menyesuaikan sistem administrasi penerbitan Faktur Pajak. “Masa transisi selama tiga bulan, yaitu dari 1 Januari 2025 hingga 31 Maret 2025, telah diberikan untuk memudahkan pelaku usaha dalam melakukan penyesuaian administrasi,” tambahnya.

Dengan adanya masa transisi tersebut, diharapkan para pengusaha dapat mengubah sistem administrasi mereka secara bertahap dan menghindari kesalahan pemungutan PPN di masa mendatang. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu memberikan kepastian bagi masyarakat yang telah membayar PPN 12% untuk barang atau jasa nonmewah agar bisa mendapatkan haknya berupa pengembalian atas kelebihan pajak yang telah dipungut.

RELATED POSTS
FOLLOW US