
Jaksa Agung menetapkan Thomas Trikasih Lembong, yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula. Kejaksaan menjelaskan peran yang dimainkan oleh Tom Lembong dalam kebijakan impor gula pada waktu itu.
Menurut Direktur Penyidikan Pidana Khusus Jaksa Agung Muda, Abdul Qohar, Tom Lembong memberikan instruksi kepada perusahaan untuk mengimpor gula mentah yang nantinya akan diolah menjadi gula kristal putih. Kebijakan ini disebut sebagai langkah stabilisasi harga gula di masyarakat yang saat itu mengalami kenaikan signifikan. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Selasa (29/10/2024).
Tom Lembong, yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015-2016, terlibat dalam kebijakan impor gula yang sebenarnya direncanakan pemerintah untuk mengendalikan harga saat terjadi kelangkaan gula. Seharusnya, impor tersebut dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sudah ditunjuk.
“Impor gula untuk kebutuhan stabilisasi harga sebenarnya merupakan hak BUMN yang ditunjuk oleh Menteri Perdagangan, namun pada kasus ini diizinkan oleh tersangka untuk dilaksanakan oleh pihak swasta,” ujar Qohar.
Dalam kebijakan impor ini, seharusnya gula yang diimpor adalah gula kristal putih, bukan gula mentah yang memerlukan proses tambahan untuk diolah.
Tom Lembong diduga memberikan izin impor gula kristal mentah hingga 105 ribu ton kepada PT AP, yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih. Kasus ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara mencapai sekitar Rp 400 miliar.
Sebanyak delapan perusahaan swasta yang terkait dalam impor gula mentah ini termasuk PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI. Qohar menyatakan bahwa sesuai regulasi, impor gula seharusnya dilakukan oleh BUMN dan melalui koordinasi antar-instansi, termasuk rekomendasi dari Kementerian Perindustrian agar diketahui kebutuhan gula dalam negeri secara riil.
